Rabu, 29 Juli 2015

BERMACAM ALIRAN DAN METODE PSIKOLOGI- SEMESTER 1- PSIKOLOGI UMUM

 

MAKALAH


BERMACAM ALIRAN DAN

METODE PSIKOLOGI



Disusun Oleh
Kelompol VI
  Sri Hastuti
  Nur Hafani
  Hazizah Puspa Sari
  Mayrani Batubara
  Deka Duwi Anggraini



UNIVERSITAS ASAHAN
(UNA)
2014


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami limpahan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun dengan tujuan pertama memahami dan mendalami aliran-aliran dalam psikologi. Kedua memenuhi tugas diskusi dan pembuatan makalah secara kelompok. Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai wahana pembelajaran pengantar psikologi agar dapat dipelajari oleh seluruh mahasiswa/mahasiswa khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam kelas B.
Kami menyadari  bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari sempurna, karena itulah kritik dan saran yang membangun dari dosen dan teman-teman sangat kami harapkan.

                                                                        Kelompok VI, 23 Oktober 2014


                                                                                                                                   

                                                      








                                   

BAB I
PENDAHULUAN

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kondisi kejiwaan manusia. Psikologi juga artikan ilmu yang mempelajari tentang keadaan manusia dalam berbagai aspek baik mengenai tanggapan terhadap lingkungan, aktivitas-aktivitasnya, pemikirannya, kehendaknya, maupun perasaan panca inderanya.
         Aliran-aliran dalam psikologi membahas tentang berbagai macam sifat psikologi dari beberapa ilmuwan psikologi. Ditinjau dari segi aliran psikologi dibagi menjadi beberapa, diantaranya :
E  Psikologi Psikonalisis/ psikonalisa
E  Psikologi Behaviorisme
E  Psikologi Humanistik
E  Psikologi Fungsionalisme

  Dari keempat aliran psikologi diatas, kami akan membahas secara lebih rinci. Kemudian akan dijabarkan berdasarkan konsep-konsep dari sumber-sumber yang nyata dan referensi yang akurat. Sehingga akan melahirkan nilai-nilai dalam pembelajaran pengantar ilmu psikologi.

     











BAB II
PEMBAHASAN

Berikut ini adalah aliran-aliran dalam psikologi beserta penjelasannya:

1.    Psikologi Psikonalisa
psikologi  adalah salah satu disiplin ilmu yang berupaya menjelaskan perilaku manusia. Tetapi perlu dipahami bahwa di dalam disiplin psikologi ini terdapat banyak cabang yang meski sama-sama menjelaskan faktor-faktor determinan perilaku manusia, namun tak jarang bertolak belakang secara ekstrem. Salah satu titik ekstrem adalah aliran behavioristik, beserta derivatnya, yang berkeyakinan bahwa segala macam perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya yang disebutnya stimulus. Tujuan perilaku manusia adalah merespon stimulus ini. Sedangkan di ujung lainnya berdiri aliran Psikoanalisa yang dikomandani oleh Sigmund Frued, beserta derivatnya. Aliran ini berasumsi bahwa energi penggerak awal perilaku manusia berasal dari dalam dirinya yang terletak jauh di alam bawah sadar. Di antara kedua ekstrem tersebut bercecer aliran-aliran lain yang merupakan konvergensi dari ke dua ekstrem tersebut.
Sigmund Frued, pendiri Psikoanalisa, adalah ahli psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya kepada totalitas kepribadian manusia,bukan kepada bagian-bagiannya yang terpisah. Selain itu, dengan memfokuskan pada salah satu aliran saja diharapkan bisa mengenal lebih mendalam pemanfaatan psikologi bagi kehidupan.
                                                 

     Perilaku Dari Sudut Pandang Psikonalisa

Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur : kepala, kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi : Id, Ego, dan Superego. Sebagaimana akan dijelaskan nanti, masing-masing sistem atau instansi memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri.

Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian terbesar dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi  seseorang.
Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki  untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan “ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus prosen sama identik dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia – pusat insting (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan, yakni :
1)      Libido – instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif;
2)      Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ), yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri ( narcisisme ).
 Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan.
Aktivitas Ego tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui bahasa. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis.
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.



2.    Psikologi Behaviorisme
           
      Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt. Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di AS, merupakan lanjutan dari fungsionalisme.                                                                          Behaviorisme mempelajari tentang perbuatan manusia bukan dari perbuatannya, melainkan hanya mengamati tingkah laku berdasarkan pada kenyataan.segala perbuatan di kembalikan pada refleks. Aliran ini juga menganggap manusia dilahirkan sama,manusia hanya  makhluk yang berkembang karena kebiasaan dan pendidikan dapat mempengaruhi refleks sekehendak hatinya.                      
  Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.                                                                      Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan mengubah pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991) memandang munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner daripada revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui berabad-abad sebelumnya.

PRINSIP DASAR BEHAVIORISME

   Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
   Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
   Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
   Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
   Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.




























3.    Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncullah suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial, dan konselor, bukan merupakan penelitian dalam proses belajar. Gerakan ini berkembang, dan kemudian dikenal sebagai psikologi humanistis, eksestransial, perceptual atau fenomenolkal. Psikologi ini berusaha untuk memahami prilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari  pengamat (obsever)
            Dalam dunia psikologi ini, humanistik merupakan salah satu aliran yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi mengemukakan secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti: self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Adapun orientasinya psikologi humanistic tertuju pada masalah bagaimana tiap tiap individu dipengaruhi dan di bimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistic penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tokoh-Tokoh  
a.       Combs
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku seseorang, kita arus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu. Karena perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dengan yang lain.  Jika kita contohkan antara guru dan siswa, apabila seorang guru mengeluh karena seorang siswanya tidak mempunyai motovasi untuk melakukan sesuatu jangan salahkan siswa tersebut, mungkin siswa tersebut tidak suka akan motivasi yang guru berikan. Jadi, dalam hal ini guru dituntut untuk memahami akan prilaku atau persepsi dari masing-masing siswa tersebut.
b) Abraham Maslow
Dari pemikiran abraham maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik.
c) Rogers
Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi humanistik untuk dapat diaplikasikan dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut. Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa.













4.  Psikologi Fungsionalisme
a. Konsep Fungsionalisme
Fungsionalisme adalah orientasi dalam psikologi yang menekankan pada proses mental dan menghargai manfaat psikologi serta mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan manusia dan lingkungannya.
Fungsionalisme memandang bahwa pikiran, proses mental, persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis. Fungsionalisme lebih menekankan pada fungsifungsi dan bukan hanya fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya dalam kehidupan.
Aliran fungsionalisme merupakan aliran psikologi yang pernah sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekatan fungsionalisme berlawanan dengan pendahulunya, yaitu strukturalisme. Aliran fungsionalisme juga keluar dari pragmatism sebagai sebuah filsafat. Aliran fungsionalisme berbeda dengan psikoanalisa, maupun psikologi analytis, yang berpusat kepada seorang tokoh. Fungsionalisme memiliki macam-macam tokoh antara lain Willian James, John Dewey, J.R.Anggell dan James Mc.Keen Cattell .
b. Tokoh-tokoh
John Dewey (1859-1952
Latar belakangnya adalah seorang guru dan mendapat gelar PH.D dalam bidang filsafat. Ia kemudian mengajar di University of Chicago dan ikut dalam perkembangan fungsionalisme di Chicago. Tahun 1904 pindah ke Columbian University dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya.
Pandangan utamanya bahwa sebuah aksi psikologis adalah suatu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipecah ke dalamm bagian-bagian atau elemen (seperti yang dilakukan oleh strukturalisme). Maka setiap psychological events tidak bisa dipandang sebagai konstruk-konstruk abstrak. Akan lebih bermanfaat apabila difokuskan pada fungsi psy. Events tersebut, yaitu dalam konteksnya sebagai adaptasi manusia.

James Rowland Angell (1867-1949)
Berasal dari keluarga terpelajar, ayah dan kakeknya pernah menjabat sebagai rektor dari universitas besar di AS. Ia memperoleh gelar M.A. dari Harvard dan menjadi murid William James di sana. Sepanjang karirnya ia tidak pernah mendapat gelar Ph.D namun memperoleh 23 gelar doktor honoris causa. Ia menjabat kepala departemen psikologi dan pernah menjabat sebagai presiden dari APA.
Functional psychology adalah sebuah studi tentang operasi mental, mempelajari fungsi-fungsi kesadaran dalam menjembatani antara kebutuhan manusia dan lingkungannya. Fungsionalisme menekankan pada totalitas dalam hubungan mind and body.


Harvey A. Carr (1873-1954)
Carr menggantikan Angell sebagai Kepala Departemen Psikologi di Chicago setelah menerima gelar Ph.Dnya. Pada masa ini fungsionalisme sudah menjadi aliran yang mapan dan tidak terlalu bersaing lagi dengan strukturalisme.
Bagi Carr, aspek penting dari psikologi adalah perilaku adaptif manusia. Ia menjelaskan berbagai fungsi mental manusia (perception, learning, emotion dan thinking )dengan kerangka berpikir perilaku adaptif manusia.
c. Ciri – ciri Fungsionalisme
Aliran fungsionalisme memiliki beberapa ciri khas, yaitu :
@ Menekankan pada fungsi mental dibandingkan dengan elemen-elemen metal.
@ Mampuan individu untuk berubah sesuai tuntutan dalam hubungannya dengan lingkungan adalah sesuatu yang terpenting.
@ Sangat memandang penting aspek terapan atau fungsi dari psikologi itu sendiri bagi berbagai bidang dan kelompok manusia.
@ Aktivitas mental tidak dapat dipisahkan dari aktivitas fisik, maka stimulus dan respons adalah suatu kesatuan.
@ Psikologi sangat berkaitan dengan biologi dan merupakan cabang yang berkembang dari biologi.
@ Menerima berbagai metode dalam mempelajari aktivitas mental manusia, Metode yang digunnakan sangat tergantung dari permasalahan yang dihadapi.

d. Metode – metode dalam Fungsionalisme
Aliran ini mempelajari fungsi dan tingkah laku atau proses mental, bukan hanya mempelajari struktural. Metode yang dipakai oleh aliran fungsionalisme dikenal sebagai metode observasi tingkah laku dan instropeksi .



1. Metode observasi tingkah laku terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a.       Metode Fisiologis
Menguraikan tingkah laku dari sudut pandang anatomi dan ilmu faal. Jadi, mempelajari perilaku yang dikaitkan dengan organ-organ tubuh dan sistem sarafnya.
b.      Metode Variasi Kondisi
Tidak semua tingkah laku manusia dapat dijelaskan dengan anatomi dan fisiologi, karena manusia mempunyai sudut psikologis. Metode variasi kondisi iniah yang merupakan metode eksperimen dari aliran fungsionalisme.
2. Metode Instrospeksi
Stimulus berasal dari lingkungan secara alamiah, bisa pada banyak bagian sekaligus sehingga jiwa menunjukkan fungsinya. Metode ini terlalu bersifat subjektif sehingga sulit di sistematikan dan sulit dikuantitatifkan.
e. Aliran dalam Fungsionalisme
Fungsionalisme mempunyai 2 (dua) aliran, namun pendiri fungsionalisme itu sendiri adalah :
1. Aliran Fungsionalisme Chicago
Terdapat banyak tokoh Fungsionalisme di Universitas Chicago sehingga dapat dikatakan menjadi aliran tersendiri yang disebut Fungsionalisme Chicago.
a)      John Dewey (1859-1952)
Pada tahun 1886 menulis buku yang berjudul “Psychology” dan dalam bukunya ini beliau mengenalkan cara orang Amerika belajar ppsikologi yaitu melalui cara pragmatisme. Sarjana-sarjana di Amerika kurang tertarik dengan pertanyaan “Apakah jiwa itu?” tetapi lebih tertarik pada pertanyaan “Apakah kegunaan jiwa?” John Dewey juga menganjurkan metode yang Ia sebut dengan Learning by doing (belajar sambil melakukan) Dewey berpendapat bahwa segala pemikiran dan perbuatan harus selalu mempunyai tujuan, oleh karena alasan itulah ia menentang teori elementarisme.

b. James Rowland Angell
James memiliki tiga pandangan terhadap fungsionalisme, yaitu:
  Fungsionalisme adalah psikologi tentang “mental operation” (aktivitas bekerjanya jiwa) sebagai lawan dari psikologi tentang elemen-elemen mental,
  Fungsionalisme adalah psikologi tentang kegunaan dasar-dasar kesadaran. Ini juga disebut sebagai teori emergensi dari kesadaran,
  Fungsionalisme adalah psiko-phisik, yaiitu psikologi tentang keseluruhan organisme yang terdiri dari badan dan jiwa.
2. Aliran Fungsionalisme Columbia
Selain di Chhicago, Fungsionalisme juga mempunyai banyak tokoh di Teachers College Columbia yang disebut aliran Columbia. Ciri aliran ini adalah
kebebasannya meneliti tingkah laku yang dianggap sebagai kesatuan yang tak
dapat dipisahkan dan psikologi tak perlu ersifat deskriptif karena yang penting
adalah korelasi tingkah laku dengan tingkah laku lain.

a. James MC Keen Cattel (1866-1944)
Keen Cattel mengusung teori mengenai kebebasan dalam mempelajari tingkah laku. Ia mempunyai dua pandangan mengenai aliran fungsionalisme, yaitu:
þ  Fungsionalisme tidak perlu menganut paham dualisme karena manusia dianggap sebagai keseluruhan yang merupakan suatu kesatuan,
þ  Fungsionalisme  tidak perlu deskriptif dalam mempelajari tingkah laku, karena yang penting adalah fungsi tingkah laku. Sehingga yang harus dipelajari adalah hubungan (korelasi) antara satu tingkah laku dengan tingkah laku lainnya.

b.Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Edward Lee pernah bekerja di “Teachers College of Columbia” dibawah kepemimpinan James Mc. Keen Cattel. Thorndike lebih menekankan penelitiannya pada cara dan dasar belajar. Dasar pembelajaran yaitu asosiasi dan cara coba-salah (trial and error). Ia merumuskan beberapa prinsip:
Þ    The Law of Effect yaitu hukum yang menyatakan intensitas hubungan antara stimulus-respons akan meningkat jika mengalami keadaan yang menyenangkan, sebaliknya akan melemah jika keadaan tak menyenangkan.
Þ    The Law of Exercise atau The Law of use and disuse adalah hukum bahwa stimulus-respons dapat timbul atau didorong dengan latihan berulangulang.




BAB III
Kesimpulan

A.      Psikologi Psikoanalisis                                                                                            
Fitur kunci psikoanalisis dapat diuraikan bahwa semua perilaku manusia berasal dari sumber tunggal yang memiliki beberapa sebutan, misal insting seks dan isting kematian, insting-insting tersebut merupakan energy bagi semua fenomena psikologi, kondisi kehidupan nyata harus mencapai kepuasan, mempelajari tentang tahapan  alam manusia.        
    
B.       Psikologi Behaviorisme                                                                                                          
 Secara garis besar, Behaviorisme mempelajari tentang perbuatan manusia bukan dari perbuatannya, melainkan hanya mengamati tingkah laku berdasarkan pada kenyataan.segala perbuatan di kembalikan pada refleks. Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata.                     
C.      Psikologi Humanistik
Jadi, orientasi psikologi humanistic tertuju pada masalah bagaimana tiap tiap individu dipengaruhi dan di bimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistic penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
                                                                                           
D.      Psikologi Fungsionalisme
Dapai diuraikan bahwa Psikologi fungsionalisme mengacu pada definisi suatu fenomena (institusi social, kebiasaan, keyakinan, dan sebagainya) yang menyangkut fungsi (peran dan tujuan) bersifat adaptional perilaku sesuai teori Darwin. Dimana teori ini menyatakan bahwa ketika berinteraksi dengan lingkungan, maka harus beradaptasi dan yang sukses dalam beradaptasi adalah mereka yang memiliki fungsi mental paling tinggi, dalam hal ini manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar